Selasa, 04 Januari 2011

Akhlakul Karimah

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia, akhlak diartikan sebagai budi, pekerti atau kelakuan. Dalam Bahasa Arab kata akhlak (akhlaq) di­artikan sebagai tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Meskipun kata akhlak berasal dari Bahasa Arab, tetapi kata akhlak tidak terdapat di dalam Al Qur'an. Kebanyakan kata akhlak dijumpai dalam hadis. Satu-satunya kata yang ditemukan semakna akhlak dalam al-Qur'an adalah bentuk tunggal, yaitu khuluq, tercantum dalam surat al-Qalam ayat 4: Wa innaka la'ala khuluqin 'adzim, yang artinya:Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung. Sedang­kan hadis yang sangat populer menyebut akhlak adalah hadis riwayat Malik, Innama bu'itstu liutammima makarima al akhlagi,yang artinya: Bahwasanya aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia.

Perjalanan keilmuan selanjutnya kemudian mengenal istilah-istilah adab (tatakrama), etika, moral, karakter disamping kata akhlak itu sendiri, dan masing-masing mempunyai definisi yang berbeda.

Menurut Imam Gazali, akhlak adalah keadaan yang bersifat batin dimana dari sana lahir perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan tanpa dihitung resikonya (al khuluqu haiatun rasikhotun tashduru 'anha al-afal bi suhulatin wa yusrin min ghoiri hqjatin act_ fikrin wa ruwiyyatin. Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu yang berbicara tentang baik dan buruk dari suatu perbuatan. Dari definisi itu maka dapat difahami bahwa istilah 17 akhlak adalah netral, artinya ada akhlak yang terpuji (al akhlaq al-mah­mudah) dan ada akhlak yang tercela (al akhlaq al mazmumah). Ketika ber­bicara tentang nilai baik buruk maka muncullah persoalan tentang konsep baik buruk. Dari sinilah kemudian terjadi perbedaan konsep antara akhlak dengan etika.

Etika (ethica) juga berbicara tentang baik buruk, tetapi konsep baik buruk dalam ethika bersumber kepada kebudayaan, sementara konsep baik buruk dalam ilmu akhlak bertumpu kepada konsep wahyu, mes­kipun akal juga mempunyai kontribusi dalam menentukannya. Dari segi ini maka dalam ethica dikenal ada ethica Barat, ethika Timur dan seba­gainya,sementara al akhlaq al karimah tidak mengenal konsep regional, meskipun perbedaan pendapat juga tak dapat dihindarkan. Etika juga sering diartikan sebagai norma-norma kepantasan (etiket), yakni apa yang dalam bahasa Arab disebut adab atau tatakrama.

Sedangkan kata moral meski sering digunakan juga untuk menye­but akhlak, atau etika tetapi tekanannya pada sikap seseorang terhadap nilai, sehingga moral sering dihubungkan dengan kesusilaan atau perilaku susila. Jika etika itu masih ada dalam tataran konsep maka moral sudah ada pada tataran terapan.Melihat akhlak, etika atau moral seseorang, harus dibedakan antara perbuatan yang bersifat tempe­ramental dengan perbuatan yang bersumber dari karakter kepriba­ diannya. Temperamen merupakan corak reaksi seseorang terhadap berbagai rangsang yang berasal dari lingkungan dan dari dalam diri sendiri. Temperamen berhubungan erat dengan kondisi biopsikologi seseorang, oleh karena itu sulit untuk berubah. Sedangkan karakter berkaitan erat dengan penilaian baik buruknya tingkahlaku seseorang didasari oleh bermacam-macam tolok ukur yang dianut masyarakat. Karakter seseorang terbentuk melalui perjalanan hidupnya, oleh karena itu ia bisa berubah.

Para Ulama mendefinisikan akhlak/moral adalah, “suatu sifat yang tertanam dalam melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa di awali berfikir panjang, merenung dan memaksakan diri. Seperti kemarahan seseorang yang awalnya pemaaf, maka itu bukan akhlak. Demikian juga seorang bakhil, ia berusaha menjadi dermawan ketika ingin di pandang orang. Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak.

Dalam perkembangan dewasa ini baik pemikir barat ataupun ulama Islam memiliki kesamaan pemahaman bahwa pada dasarnya akhlak mencakup/meliputi 4 dimensi kehidupan manusia Fisik, Mental, Emosional dan Spiritual.

Akhlak merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dengan Allah SWT (hablumminaallah) dan antar sesame manusia (hablumminannas). Akan tetapi, membutuhkan proses panjang serta manifestasi seumur hidup melalui pembelajaran/pendidikan akhlak yang sistematis bersifat menyeluruh meliputi 4 dimensi kehidupan.

Akhlak mulia yang dikontrol oleh nilai-nilai agama Islam dapat membantu seorang muslim mampu menjalankan tiga hal dengan baik yaitu dalam berinteraksi dengan Tuhan, yaitu dengan akidah dan ibadah yang benar disertai dengan akhlak mulia. Dalam berinteraksi dengan diri sendiri, yaitu dengan bersifat obyektif, jujur dan konsisten mengikuti manhaj Allah. Dalam berinteraksi dengan orang-orang, yaitu dengan memberikan hak-hak mereka, amanah, menunaikan kewajiban sebagaimana yang di tetapkan oleh syariat.

Kesuksesan menjalani ketiga hal diatas, kita akan mendapatkan ridho dari Allah, dari diri sendiri dan dari orang lain/masyarakat. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai akhlak yang di bawah oleh Islam, maka kita mampu mencapai kesuksesan dunia akherat.

Dalam pandangan ilmu pengetahuan akhlak dapat memberi kontribusi yang sangat besar dalam menunjang prestasi/produktifitas. Memang banyak orang yang merasa bahwa tidak ada kaitan secara nyata antara prestasi/produktifitas dengan akhlak, jelas ini merupakan pandangan yang keliru, bila kita memahami secara sungguh-sungguh nilai akhlak mulia/akhlakul karimah, maka kita akan menemukan bahwa nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang dapat saling bersinergi dalam menumbuh kembangkan potensi manusia kita.

Berikut Tips bagaimana kita ber-Akhlakul karimah, yang terdiri dari satu pemahaman inti dan tiga langkah konkret yaitu : Fahami secara mendasar nilai-nilai akhlakul karimah sebagaimana dicontohkan oleh Rosulullah SAW. Ajarkan kepada orang lain dalam setiap kesempatan mengenai akhlakul karimah tersebut. Secara sistemtik dan sungguh-sungguh menerapkan/melaksanakan hal-hal yang difahami tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana pada lingkungan yang paling dekat bersifat privat, serta segerakan mulai dari saat ini.

Dengan pemahaman dan langkah-langkah tersebut diharapkan dapat tercipta suatu kebiasaan yang pada akhirnya bila kita lakukan secara konsisten maka akan terbentuk karakter/integrasi akhlakul karimah dalamdiri kita, dan mampu menjawab problematika yang sedang diderita umat saat ini, baik permasalahan social, politik maupun ekonomi dalam kehidupan kita sehari-hari di lingkungan, masyarakat maupun negara.

Akhlak/moral dalam pengertian umum adalah “sebuah system yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat orang menjadi istimewa. Karakteristik tersebut membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berprilaku sesuai dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda.

BERSIKAP DENGAN AKHLAK MULIA.

Ada 4 faktor yang mempengaruhi akhlak Mulia:

1. Genetik / turunan

Akhlak: jati diri/karakter yang menyertai manusia di manapun ia berada, oleh karenanya keteladanan orang tua (rumah tangga) sangatlah mempengaruhi terhadap perkembangan akhlak anak-anaknya. Di sadari atau tidak bahwa apa yang dilakukan oleh orang tua (ayah, ibu, dan lainnya) telah menuntun kepada sikap dan perilaku anak-anaknya. Dan ketahuilah bahwa proses pendidikan lebih banyak dinikmati oleh anak melalui mata, yakni mencapai 83%, dan hanya 11% melalui telinga atau nasehat, sedangkan 6% lainnya melalui keterampilan. Dengan demikian orang sering mengatakan buah tidak akan jauh jatuh dari pohonnya.

2. Sisi psikologis : Al-nafsiyah / kejiwaan

Secara psikologis bahwa yang turut mempengaruhi pembentkan akhlak adalah berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Hal ini terbentuk oleh faktor pengalaman dan kesadaran anak dalam kehidupan rumah tangga. Semakin baik kebiasaan rmah tangganya dalam pergaulan keseharian, maka semakin baik pula akhlak anak-anaknya, sebaliknya semakin rusak akhlak dalam rumah tangganya, maka semakin banyak kecenderungan memiliki akhlak yang buruk pula.

3. Faktor social / lingkungan : Syariah Ijmaiyah

Faktor lingkungan tidak kalah pentingnya dalam pembentukan akhlak, semakin baik lingkungan hidup anak, maka semakin baik pula kemungkinan akhlaknya. Pepatah klasik mengatakan “bahwa dekat pandai besi maka akan kepercikan apinya, dan dekat orang menjual minyak wangi maka akan keciupan baunya.

4. Nilai Islami yang tertanam dalam dirinya

Gaya hidup seorang manusia / muslim yang dilandaskan dengan al-qur’an dan as-sunnah, akan terbentuk akhlak yang islami. Karena hal yang demikian itu akan menunjukkan apa yang baik di mata Allah dan rasulnya,

Baik dimata Allah adalah; Takwa dan sabar kepada Allah - mengabdi, selalu tunduk dan patuh kepada perintah-Nya, Berserah diri dan tawakkal kepada Allah, pandai bersyukur, Ikhlas dalam semua peristiwa yang terjadi dalam dirinya, serta khouf / takut dan Radja atau penuh harap.

Sedangkan Akhlak baik untuk Rasullullah : Ikhlas dalam melakukan sesatu yang disunnahkan, beriman kepada Rasul, selalu mengucapkan shalawat dan salam serta taat dan cinta kepada Rasul, mempercayai kepada semua berita yang disampaikan Rasul serta menghidupkan sunnahnya.

KRETERIA ORANG YANG MEMILIKI AKHLAK

YANG BAIK

Akhlak adalah perangai seseorang yang tercermin dalam perkataan dan perbuatan. Adapun sebagian tanda orang yang memiliki akhlak yang baik, antara lain;

1. Berbicara dengan kata-kata yang baik, baik kepada Orang tua/keluarga ataupun tetangganya. Melindungi dan menghormati orang tua, senang melakukan silaturrahmi, dan senang membantu orang lain terutama orang tuanya.

2. Tidak menyakiti tetangga, tidak mengambil hak orang lain, tidak meneyebarkan aib orang lain, mampu memelihara amanat (rahasia) yang meneyebakan orang lain atau dirinya malu.

3. Selalu membina tali persaudaraan, senang tolong menolong (gotong royong), selalu waspada terhadap sesuatu yang merugikan orang lain dan dirinya, berlaku adil dan bijaksana terhadap hukum dan kesenangan, serta berlomba-lomba dalam melakukan perbuatan baik.

4. Memberikan dan mengucapkan salam dengan hormat, dan tidak berbicara yang bukan mengenai dirinya dengan berlebihan, tidak berbicara tentang masalah kepada orang lain pada saat yang tidak tepat, selalu memaafkan kesalahan orang lain, dan menjauhkan diri dari perkataan (omong) kosong.

Pada sisi lain ada tiga faktor pembentukan kepribadian, yakni; Ali berkata;

1. Jadilah manusia paling baik di sisi Allah;

2. Jadilah manusia paling buruk dalam pandangan dirimu;

3. Jadilah manausia biasa di hadapan orang lain.(Imam Nawawi al-Bantani : 2005 : 59)

MENGHILANGKAN SIFAT TERCELA

Kenyataan di dunia sekarang banyak orang yang berilmu tapi tapi tidak beriman, maka ilmunya hanya dapat diigunakan untuk mencintai dunia dan harta kekayaannya saja. Loqmanulhakim telah memperingatkan kepada anaknya :

“Hai anakku, sesungguhnya dunia ini lautan yang dalam dan manusia telah banyak karam di dalamnya. Oleh karena itu, jadikanlah kapalmu di dunia ini berbakti kepada Allah, muatannya iman dan layarnya tawakkal kepada allah, mudah mudahan engkau selamat”( Ny. Hadijah Salim, 1972 : 59)

Luqman memberikan gambar bahwa hidup tanpa ilmu adalah buta, dan hidup tanpa iman adalah bagaikan kapal tanpa kemudi. Untuk selanjutnya hidup tanpa amal tak ada bekal yang akan dibawa untuk mencapai suatu kehidupan yang hakiki.

Apabila ilmu, iman dan amal mantap dalam diri kita, maka hasil dari pendidkan betul betul dapat membentuk keperibadian seseorang. Oleh karenanya pengalaman pendidikan yang diperoleh mulia dari lingkungan kehidupan rumah tanggan hingga pada lingkgungan masyarakat baik, maka besar kemungkinan dapat terbentuknya keperibadian yang baik pula. Karena pengalaman pendidikan itu sendiri erat hubungannya dengan pembentukan pribadi seseorang. Ali berkata;

“Jika tidak ada lima sifat tercela, niscaya manusia seluruhnya akan menjadi orang shalih, kelima sifat tercela tersebut yaitu; (1) merasa senang dengan kebodohan; (2) rakus terhadap harta keduniaan; (3) bakhil dengan kelebihan harta yang dimiliki; (4) riya’ dalam setiap amal yang dilakukan; dan (5) senantiasa membanggakan pendapat sendiri” (Imam Nawawi al-Bantani : 2005 : 131-132)


Tidak ada komentar: